Oleh: Endah Nur Hayati Universitas Gadjah Mada (UGM)
Korupsi merupakan sebuah permasalan serius yang dialami oleh berbagai negara
di dunia, yang tak kunjung ditemukan jalan keluar untuk mencegah berkembangnya
masalah ini. Sampai saat ini masalah korupsi belum dapat diberantas secara
maksimal. Salah satu negara yang mempunyai Indeks Persepsi Korupsi tertinggi
adalah Indonesia. Dari sumber merdeka.com menulis bahwa hasil survey
Transparansi Internasional (TI) menyatakan pada tahun 2014 Indonesia memiliki
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang cukup memprihatinkan.
Indonesia berada di peringkat 107 sebagai negara dengan pejabat paling korup dan mendapat skor sebesar 34. Paling tidak Indonesia mengalami peningkatan dalam menanggani kasus korupsi. Tahun lalu Indonesia mendapat skor 32, namun peningkatan skor yang dialami Indonesia tidak membuat masalah korupsi di negara ini kunjung tuntas. Masalah korupsi bukan merupakan masalah baru lagi di negara ini. Bahkan terdengar biasa di telinga masyarakat awam.
Indonesia berada di peringkat 107 sebagai negara dengan pejabat paling korup dan mendapat skor sebesar 34. Paling tidak Indonesia mengalami peningkatan dalam menanggani kasus korupsi. Tahun lalu Indonesia mendapat skor 32, namun peningkatan skor yang dialami Indonesia tidak membuat masalah korupsi di negara ini kunjung tuntas. Masalah korupsi bukan merupakan masalah baru lagi di negara ini. Bahkan terdengar biasa di telinga masyarakat awam.
Tindakan korupsi yang dilakukan para pejabat negara sebagian besar sangat
merugikan masyarakat. Seharusnya para pejabat negara yang diberi wewenang atau
kekuasaan oleh masyarakat luas dapat dipercaya dan dapat melaksanakan tugas
dengan semestinya. Namun yang terjadi pada praktik di lapangan, mereka para
pejabat negara justru menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dengan berbuat
seenaknya. Tindakan korupsi dapat menciptakan pemerintahan yang irasional
sekaligus menciptakan tingkah laku pemerintah yang serakah serta tamak tanpa
memperdulikan kesejahteraan masyarakatnya. Mereka para koruptor menggunakan
uang sebagai ukuran kebenaran mutlak dan kekuasaan.
Tindak korupsi sebenarnya terjadi jika ada kesempatan, selain itu
korupsi memiliki bermacam-macam tingkatan. Korupsi pada tingkat pertama
dilakukan oleh para petinggi negara dengan mencakup jumlah uang yang besar.
Sedangkan pada tingkatan yang lain terjadi pada kalangan menengah ke bawah,
misalnya proses pembuatan Kartu Keluarga (KK) yang terkesan lama akibat tidak
adanya uang pelicin. Bahkan pungutan liar yang dilakukan para aparat keamanan
terhadap kendaraan yang melanggar aturan tanpa melalui proses hukum yang
semestinya. Jadi permasalahan korupsi sudah menyerang dan menular hingga
berbagai kalangan.
Latar belakang terjadinya korupsi disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain pemimpin dan aturan hukum yang kurang cakap dan kurang tegas dalam
menangani masalah korupsi, kemiskinan yang merajalela juga dapat menjadi faktor
terjadinya korupsi. Selain itu rendahnya kualitas pendidikan yang kurang
menekankan pada akhlak, moral dan agama dapat menjadi faktor penting mengapa
masalah korupsi belum terberantas secara maksimal.
Indonesia telah membentuk lembaga khusus untuk menangani permasalahan
korupsi, lembaga ini diberi nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Memang
lembaga ini setidaknya dapat mengurangi tindakan korupsi yang ada di Indonesia
walaupun belum maksimal. Agar hasil maksimal dapat dicapai dalam memberantas
korupsi diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah, dukungan masyarakat dan
pemimpin yang cakap serta tegas agar lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
tidak hanya menjadi simbol. Pemberantasan korupsi di Indonesia sebaiknya
dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar kasus korupsi dapat
ditangani secara bertahap.
Selain diperlukan kerjasama antara pemimpin negara, pemerintah dan
masyarakat. Kasus korupsi tidak cukup hanya diberantas saja, namun korupsi juga
perlu dicegah. Pencegahan kasus korupsi dimulai dari generasi muda. Perlu
adanya perbaikan moral, akhlak, mental dan agama pada jiwa generasi muda.
Perbaikan moral, akhlak, mental, dan agama harus berdasarkan sila-sila pada
Pancasila yang merupakan Dasar Negara Indonesia. Menjadikan Pendidikan
Pancasila menjadi mata pelajaran wajib di bangku sekolah dan mata kuliah wajib
di perguruan tinggi mungkin dapat menjadi solusi untuk mencegah terciptanya
para koruptor baru. Pendidikan Pancasila ini diharapkan dapat memperbaiki
moral, akhlak, mental, dan agama generasi muda sehingga dapat menciptakan
budaya malu dan rasa bersalah apabila hendak melakukan tindak korupsi.
Budaya malu yang dimaksudkan di sini adalah, malu jika bertindak tidak
sesuai dengan aturan dan rasa bersalah jika menyimpang dari aturan yang telah
diterapkan. Jika generasi muda yaitu para pelajar dan mahasiswa
dibekali dengan budaya malu dan rasa bersalah seperti yang dimaksudkan di atas
maka di masa yang akan datang diharapkan akan menjadi calon pemimpin dan
penerus bangsa yang tertib sesuai aturan dan bijaksana dalam mengambil sikap
ataupun keputusan dalam bertindak. Dengan demikian secara tidak langsung dan bertahap budaya korupsi khususnya di Indonesia akan berkurang dengan sendirinya dengan cara “Budaya Malu Mematikan Akar Bakteri Korupsi
(Bulu Anak Basi)”.
Bulu ANak Basi, semangat yang luar biasa :) Good luck ya.
BalasHapusterimakasih :)
Hapus