Jumat, 05 Desember 2014

BULU ANAK BASI (Budaya Malu Mematikan Akar Bakteri Korupsi)

Oleh: Endah Nur Hayati Universitas Gadjah Mada (UGM)


Korupsi merupakan sebuah permasalan serius yang dialami oleh berbagai negara di dunia, yang tak kunjung ditemukan jalan keluar untuk mencegah berkembangnya masalah ini. Sampai saat ini masalah korupsi belum dapat diberantas secara maksimal. Salah satu negara yang mempunyai Indeks Persepsi Korupsi tertinggi adalah Indonesia. Dari sumber merdeka.com menulis bahwa hasil survey Transparansi Internasional (TI) menyatakan pada tahun 2014 Indonesia memiliki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang cukup memprihatinkan.
Indonesia berada di peringkat 107 sebagai negara dengan pejabat paling korup dan mendapat skor sebesar 34. Paling tidak Indonesia mengalami peningkatan dalam menanggani kasus korupsi. Tahun lalu Indonesia mendapat skor 32, namun peningkatan skor yang dialami Indonesia tidak membuat masalah korupsi di negara ini kunjung tuntas. Masalah korupsi bukan merupakan masalah baru lagi di negara ini. Bahkan terdengar biasa di telinga masyarakat awam.
Tindakan korupsi yang dilakukan para pejabat negara sebagian besar sangat merugikan masyarakat. Seharusnya para pejabat negara yang diberi wewenang atau kekuasaan oleh masyarakat luas dapat dipercaya dan dapat melaksanakan tugas dengan semestinya. Namun yang terjadi pada praktik di lapangan, mereka para pejabat negara justru menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dengan berbuat seenaknya. Tindakan korupsi dapat menciptakan pemerintahan yang irasional sekaligus menciptakan tingkah laku pemerintah yang serakah serta tamak tanpa memperdulikan kesejahteraan masyarakatnya. Mereka para koruptor menggunakan uang sebagai ukuran kebenaran mutlak dan kekuasaan.
Tindak korupsi sebenarnya terjadi jika ada kesempatan, selain itu korupsi memiliki bermacam-macam tingkatan. Korupsi pada tingkat pertama dilakukan oleh para petinggi negara dengan mencakup jumlah uang yang besar. Sedangkan pada tingkatan yang lain terjadi pada kalangan menengah ke bawah, misalnya proses pembuatan Kartu Keluarga (KK) yang terkesan lama akibat tidak adanya uang pelicin. Bahkan pungutan liar yang dilakukan para aparat keamanan terhadap kendaraan yang melanggar aturan tanpa melalui proses hukum yang semestinya. Jadi permasalahan korupsi sudah menyerang dan menular hingga berbagai kalangan.
Latar belakang terjadinya korupsi disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pemimpin dan aturan hukum yang kurang cakap dan kurang tegas dalam menangani masalah korupsi, kemiskinan yang merajalela juga dapat menjadi faktor terjadinya korupsi. Selain itu rendahnya kualitas pendidikan yang kurang menekankan pada akhlak, moral dan agama dapat menjadi faktor penting mengapa masalah korupsi belum terberantas secara maksimal.
Indonesia telah membentuk lembaga khusus untuk menangani permasalahan korupsi, lembaga ini diberi nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Memang lembaga ini setidaknya dapat mengurangi tindakan korupsi yang ada di Indonesia walaupun belum maksimal. Agar hasil maksimal dapat dicapai dalam memberantas korupsi diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah, dukungan masyarakat dan pemimpin yang cakap serta tegas agar lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya menjadi simbol. Pemberantasan korupsi di Indonesia sebaiknya dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar kasus korupsi dapat ditangani secara bertahap.
Selain diperlukan kerjasama antara pemimpin negara, pemerintah dan masyarakat. Kasus korupsi tidak cukup hanya diberantas saja, namun korupsi juga perlu dicegah. Pencegahan kasus korupsi dimulai dari generasi muda. Perlu adanya perbaikan moral, akhlak, mental dan agama pada jiwa generasi muda. Perbaikan moral, akhlak, mental, dan agama harus berdasarkan sila-sila pada Pancasila yang merupakan Dasar Negara Indonesia. Menjadikan Pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran wajib di bangku sekolah dan mata kuliah wajib di perguruan tinggi mungkin dapat menjadi solusi untuk mencegah terciptanya para koruptor baru. Pendidikan Pancasila ini diharapkan dapat memperbaiki moral, akhlak, mental, dan agama generasi muda sehingga dapat menciptakan budaya malu dan rasa bersalah apabila hendak melakukan tindak korupsi.
Budaya malu yang dimaksudkan di sini adalah, malu jika bertindak tidak sesuai dengan aturan dan rasa bersalah jika menyimpang dari aturan yang telah diterapkan. Jika generasi muda yaitu para pelajar dan mahasiswa dibekali dengan budaya malu dan rasa bersalah seperti yang dimaksudkan di atas maka di masa yang akan datang diharapkan akan menjadi calon pemimpin dan penerus bangsa yang tertib sesuai aturan dan bijaksana dalam mengambil sikap ataupun keputusan dalam bertindak. Dengan demikian secara tidak langsung dan bertahap budaya korupsi khususnya di Indonesia akan berkurang dengan sendirinya dengan cara “Budaya Malu Mematikan Akar Bakteri Korupsi (Bulu Anak Basi)”.


2 komentar: